Kamis, 20 September 2012




                                               SEJARAH MASUKNYA ISLAM DI INDONESIA

    Sejarah merupakan bukti yang paling konkrit dengan adanya sesuatu , tulisan tulisan tentang asal mula islamisasi di asia tenggara hampir semua di mulai dengan pasai dan kota-kota pelabuhan lainya sepanjang  pesisir timur  laut dan pesisir utara jawa.
    Adapun mengenai kedatangan islam di Indonesia masih terdapat beberapa perbedaan pendapat dari para ahli sejarah. ada yabg menyebut abad ke-7 Masehi, hal ini di dasarkan pada adanya pedagang pedagang muslim asal arab, Persia, dan india yang sudah sampai ke kepulauan nusantara.
    Pendapat lain menyatakan bahwa islam masuk Indonesia pada abad ke-13 Masehi. hal ini ditandai oleh sudah adanya masyarakat muslim di Samudera Pasai, Perlak, dan Palembang. Sementara itu di Jawa terdapat makam Fatimah binti Maimun di Leran, dan makam-makam di tralaya yang berasal dari abad ke-13 Masehi. Hal ini merupakan bukti berkembangnya komunitas islam, termasuk di pusat kekuasaan hindu jawa yaitu Majapahit.1

1.    Samudra pasai
    Tulisan kerajaan ini berasal dari berita cina pada awal tahun 1282 yang memberikan  laporan tentang adanya utusan dari sa-mu-ta-la (samudra) kekaisaran cina dengan nama islam yaitu sulaeman dan Husain di dapatkan berasal dari tulisan pada nisan makam sultan al-malik al-saleh(697/1297) yang di sebutkan sebagai raja pertama samudra , yang menikah dengan putri raja perak, kemudian muncul kerajaan gabungan dengan yang disebut dengan samudra pasai. Kerajaan ini bertahan sampai tahun 1521, ketika portugis menguasainya
2.    Malaka
    Setelah dari Sumatra timur islam berkembang dimalaka sepanjang jalur perdagangan, kerajaan ini di di dirikan oleh parameswara (sekitar 1400) yang berganti nama Muhammad iskandar shah setelah menikah  dengan saudara perempuan raja pasai 
    Pada tahun 1445-1459 ketika malaka di perintah oleh sultan muzaffar shah, penyebaran islam  langsung dilakukan sendiri sehingga mengalami kemajuan pesat yang mampu menguasai perdagangan, pada tahun 1511 portugis menguasai malaka, sehingga peran malaka sebagai pusat penyebaran islam ini pun berakhir, sehigga  ibu kota dipindah dari sungai johor ke pulauan riau untuk meng akomodasi kepentigan bangsa aceh, pada tahun 1641 aceh kemudian menggantikan malaka sebagai pusat perdagangan islam
3.    Aceh   
    Kesultanan aceh didirikan oleh  Ali mughayat shah, puncak kejayaan Aceh ketika pada masa pemerintahan sultan iskandar muda (1608-1637),yang menguasai sepanjang pantai Sumatra mengatur perdaganan lada,masa ini pula sekitar gayo dan minangkabau, kematian sultan iskandar muda membuat aceh memasuki kemunduran, dan peranya di gantikan adik iparnya yaitu iskhandar thani

setelah penyebaran islam di aceh  kemudian  berpindah ke minangkabau
4.    Minang kabau
    Hubungan dengan aceh di mulai dengan perseteruan antara penguasa aceh dengan minangkabau, dan  diakhiri dengan perkawinan penguasa minangkabau dengan saudara perempuan sultan aceh, minangkabau mendapatkan wilayah  teritori pantai yang cukup luas dari mertuanya (aceh), sehingga harus menjalin hubungan dengan para pedagangan muslim
Setelah dari minang kabau penyebaran islam berpindah ke serawak, sulu, dan Mindanao
5.    Jawa
    Menurut Ma Huan pada tahun 1415-1432 di jawa bagian timur terdapat tiga komunitas. Pertama adalah penduduk muslim yang berasal dari barat, kedua komunitas cina yang beberapa di antaranya telah memeluk islam, dan ketiga penduduk asli. Walaupun komunitas muslim yang berasal dari pribumi sangat sedikit tetapi setudaknya telah ada indikasi adannya permukiman islam
    Di jawa terjadi fase perubahan yang sangat besar yang di kenal dengan fase penyebaran islam,   para wali  dalam menyebarkan islam di jawa beraneka ragam ada dengan dalam menyebarkan islam menggunakan seni budaya, dan ada juga dengan tradisi /adat masyarakat setempat  mereka sangat aktif  dan berpindah-pindah dengan cara akulturasi budaya yang sangat luwes, dan juga sering memegang peranan yang sangat penting baik bagian dari pemerintahan maupun sebagai pemegang otoritas sendiri ini , sistem ini akhirnya memunculkan wacana yang disebut desa perdikah dan pesantren .
    Salah satu system pemerintahan yang berkembang menjadi pemerintahan yaitu kerjaan demak yang menjadi kerjaan islam pertama di jawa. Raden patah adalah raja pertama menggunakan gelar senopati  jimbun Ngabdurrahman panembahan Palembang sayidin panatagama.  Yang jalanya pemerintahan di bantu oleh para  ulama yang di kenal dengan wali songo
    Pada tahun 1524-1546 islam mengalami penyebaran yang sangat pesat keseluruh jawa bahkan sampai Kalimantan, ini merupakan usaha  sultan demak yang ketiga yaitu trenggono yang bergelar  ahmad abdul Arifin yang melalui serangkaian penaklukan sunda kelapa, majapahit, dan tuban sekitar tahun 1527  setelah itu penaklukan demak meliputi madiun, blora (1530), Surabaya (1531), pasuruan  (1535), lamongan , blitar, wirasaba, dan kediri(1544), pengakuan kekeuasaan  oleh Banjarmasin dan Palembang semakin memperluas pesebaran islam itu sendiri, di bantu oleh syeh siti jenar dan sunan tembayat .
    Pada tahun 1619 ketika  mataram  di bawah kekuasaan  sultan agung  seluruh jawa timur berada di bawah pemerintahan islam,  setelah  sultan agung wafat dan digantikan amangkurat 1 konflik yang banyak terjadi justru pertentangan pemerintahan dengan kelompok yang di dukung oleh ulama antara lain dengan raden kajoran yang pada akhirnya membawa keruntuhan kraton mataram
    Tome pires mengatakan islam telah ada di Cirebon sejak  1470-1475, tetapi pada awal abad XVI  baru ada kerajaan islam  yang didirikan oleh Syarif hidayatullah yang di kenal dengan sunan gunung jati, dan kerajaan itu di kenal dengan kesultanan Cirebon, dari  Cirebon sunan gunung jati menyebarkan agama islam kedaerah- daerah seperti , kawali, majalengka, kuningan, sunda kelapa sampai banten, di banten inilah antara tahun 1524-1525 dasar dasar pengembangan islam dan perekonomian islam di bangun oleh sunan gunung jati  dan diteruskan oleh putranya hasanudin.
    Dan penyebaran islam pun mencapai kepulaun Maluku mengikuti jalur perdagangan mulai pertengahan akhir abad XV, kemudian berpindah ke Kalimantan, indiksa islam di Kalimantan telah ada sejak abad XVI , setelah itu penyebaran islam  berpindah ke bali, Lombok dan Sumbawa.









B. Keyakinan Masyarakat Jawa Terhadap Sesuatu Yang Sakral
    Setiap agama dalam arti seluas-luasnya tentu memiiki aspek fundamental, yakni aspek kepercayaan atau keyakinan, terutama kepercayaan terhadap sesuatu yang sakral, yang suci atau yang ghaib. Dalam agama Islam aspek fundamental itu terumuskan dalam istilah aqidah atau keimanan, sehingga terdapatlah rukun iman yang didalamnya terangkum hal-hal yang harus dipercayai/di imani oleh orang muslim.
    Yang termasuk rukun iman adalah iman kepada Allah, iman kepada Malaikat, iman kepada para Nabi, iman kepada kitab suci, iman kepada hari akhir dan iman kepada qodho dan qodar. Namun demikian, diluar semua itu masih terdapat unsur-unsur keimanan yang lain yang juga harus dipercayai.
    Kepercayaan-kepercayaan dari agama Hindu, Budha maupun kepercayaan animisme dan dinamisme dalam proses perkembangan Islam itulah yang berinterrelasi dengan kepercayaan-kepercayaan dalam islam.
    Ritual-ritual yang dibuat atau dipakai orang-orang jawa islam yang masih disesuaikan dengan kebiasaan Hindu-Budha nya, yaitu seperti adat mitoni (memperingati 7 bulan kehamilan) memperingati orang mati dengan ritual doa seminggu, 40 hari, nyatos, nyewu dan mendak, ada adat selamatan, gerebek suro nyandran, kliwonan sedekah bumi, nyekar (ziarah kubur) dan masih banyak adat-adat kebiasaan islam lain yang dihubungkan dengan budaya hindu-budha.
    Pada aspek ketuhanan, prinsip ajaran tauhid Islam telah berkelindan dengan berbagai unsur Hindu Budha maupun kepercayaan primitif. Namun, penghayatan tentang prinsip tauhid itu akan berbeda tatkala pemahaman tentang ketuhanan itu masuk dalam dimensi mistik. Terdapatlah sebutan hidup (urip), sehingga Tuhan Allah disebut sebagai yang Maha Hidup, yang mengandalkan bahwa tuhan sebagai dzat yang maha hidup, yang menghidupi segala alam. Berkaitan dengan sisa-sisa kepercayaan animisme dan dinamisme, kepercayaan mengesakan Allah itu sering menjadi tidak murni oleh karena tercampur dengan penuhanan terhadap benda-benda yang dianggap keramat, baik benda mati/ hidup.
    Kepercayaan terhadap mahluk jahat tidak saja ada pada agama Islam, tetapi juga ada dalam agama Hindu maupun kepercayaan primitif. Dalam Islam makhluk jahat itu disebut syaitan, yang dalam jawa disebut setan, dan pemimpin setan disebut iblis, ada juga jin yang termasuk dengan golongan jahat, tetapi ada yang dapat dimanfaatkan untuk membantu manusia, sedangkan pada agama hindu jenis mahluk jahat/roh-roh jahat sebagai musuh Dewa, antara lain warta musuh Dewa Indra.  Roh jahat yang lebih rendah derajatnya dari musuh dewa disebut raksa, yang bisa menjelma menjadi binatang/manusia dan roh jahat pemakan daging jenazah adalah picasa.
    Menurut keyakinan islam, orang yang sudah meninggal dunia, ruhnya tetap hidup dan tinggal sementara di alam kubur/ alam Barzah, sebagai alam sebelum manusia memasuki alam akhirat, hanya saja menurut orang jawa, arwah orang-orang tua sebagai nenek moyang yang meninggal dunia berkeliaran disekitar tempat tinggalnya, atau sebagai arwah leluhur menetap di makam. Mereka masih mempunyai kontak dengan keluarga yang masih hidup sehingga suatu saat arwah itu nyambagi/ datang ke kediaman anak keturunan, roh-roh yang baik yang bukan roh nenek moyang/ kerabat disebut dayang, baureksa, atau sing ngemong. Dayang dipandang sebagai roh yang menjaga dan mengawasi seluruh masyarakat desa, dari sinilah kemudian timbul upacara bersih desa, termasuk membersihkan makam-makam disertai dengan kenduren maupun sesaji. Disisi lain atas dasar kepercayaan Islam bahwa orang yang meninggal perlu dikirimi do’a, maka muncul tradisi kirim dongo (do’a), tahlilan tujuh hari, 40 hari, setahun dan seribu hari.
    Sebagian besar orang Indonesia mengaku beragama islam, sikap keagamaan sehari-hari yang mereka hayati, dijiwai dalam batinnya oleh agama asli Indonesia yang kaya raya isinya, yang dipelihara dengan khusuk yang tidak mau dirombak oleh agama asing.
C. Respon Budaya Jawa Terhadap Islam
    Islam di jawa tidak lepas dari peranan walisongo. Walisongo  adalah tokoh-tokoh penyebar islam di Jawa abad 15-16 yang telah berhasil mengkombinasikan  aspek-aspek sekuler dan spiritual dalam memperkenalkan islam pada pada masyarakat. Mereka secara berturut-turut adalah Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Boning, Sunan Kalijaga, Sunan Drajad, Sunan Giri, Sunan Kudus sunan Muria, Sunan Gunung Jati. Wali dalam bahasa inggris pada umumnya diartikan sain, sementara songo dalam bahasa jawa berarti sembilan. Diduga wali yang dimaksud lebih dari sembilan, tetapi agaknya bagi masyarakat jawa angka sembilan mempunyai makna tersendiri yang cukup istimewa. Para santri jawa berpandangan bahwa walisongo adalah pemimpin umat yang sangat saleh dan dengan pencerahan spiritual religius mereka, bumi jawa yang tadinya tidak mengenal agama monotheis menjadi bersinar terang.
    Pulau Jawa selalu terbuka bagi siapapun yang masuk. Orang jawa terkenal ramah sejak dulu dan siap menjalin kerjasama dengan siapapun. Termasuk ketika pedagang dan alim ulama` yang bertubuh tinggi besar, hidung mancung dan berkulit putih kemerahan. Mereka adalah para pedagang dan ulama` dari tanah timur tengah. kedatangan mereka ternyata membawa sejarah baru yang hampir merubah jawa secara keseluruhan.
    Agama Islam masuk ke Jawa sebagaimana Islam datang ke Malaka, Sumatra dan Kalimantan. Bukti berupa adanya nisan raja-raja Aceh yang beragama Islam menunjukkan bahwa Islam  telah barkembang di kesultanan Aceh pada abad ke13 M, jadi bisa diperkirakan mungkin Islam telah datang ke Indonesia sejak abad itu/bahkan sebelumnya.
    Agama tauhid ini telah berkembang di Jawa, kaum pedagang dan nelayan banyak terpikat oleh ajaran yang mengenalkan tuhan Allah SWT ini. Salah satu benda yang baru bagi orang jawa adalah nisan berukir kaligrafi seperti pada batu nisan di Leran, Gresik.pada batu nisan ini tertulis nama Fatimah binti Maimun wafat tahun 1082. Orang jawa sendiri pada zaman itu masih jarang memberi petanda batu nisan bagi orang ynag meninggal, apalagi yang mewah. Islam dijawa semakin meluas lagi seiring dengan para ulama` yang selalu giat menyebarkan agama Islam.
    Bagi orang jawa hidup ini penuh dengan upacara, baik upacara-upacara yang berkaitan dengan lingkungan. Hidup manusia sejak dari keberadaannya dari perut ibu, lahir, anak-anak, remaja, dewasa, sampai saat kematiannya atau upacara-upacara dalam kegiatan sehari-hari dalam mencari nafkah. Secara luwes islam memberikan warna baru pada upacara-upacara itu, diantaranya kenduren atau selametan, mitoni, sunatan dll.
    Di Jawa penyebaran agama Islam harus berhadapan dengan dua jenis lingkungan budaya kejawen, yaitu lingkungan budaya istana yang telah menjadi canggih dengan mengolah unsur-unsur Hinduisme dan budaya pedesaan (wong cilik) yang tetap hidup dalam animisme dan dinamisme dan hanya lapisan kulitnya saja yang terpengaruh oleh Hinduisme, dari perjalanan sejarah pengalaman di jawa tampak bahwa islam sulit diterima dan menembus lingkungan budaya jawa istana yang telah canggih dan halus itu. Namun ternyata islam diterima secara penuh oleh masyarakat pedesaan sebagai peningkatan budaya intelektual mereka.
D.Respon Islam terhadap budaya Jawa
    Agama Islam mengajarkan agar para pemeluknya melakukan kegiatan-kegiatan ritualistic tertentu, yang dimaksud kegiatan ritualistic adalah meliputi berbagai bentuk ibadah sebagaimana yang tersimpul dalam rukun Islam, yakni syahadat, shalat, puasa, zakat dan haji. Khusus mengenai shalat dan puasa wajib di bulan ramadhan, terdapat pula shalat-shalat dan puasa-puasa sunnah. Intisari dari shalat adalah do’a oleh karena arti harfiah shalat juga do’a yang ditujukan kepada Allah SWT, sedangkan puasa adalah suatu pengendalian nafsu dalam rangka penyucian rohani.
    Sebagai institusi pendidikan, pesantren, adalah wujud kesinambungan budaya Hindu-Budha yang di islamkan secara damai. Lembaga GURU CULA juga ditemukan pada masa pra-Islam di Jawa. Lembaga ini pada saaat islam datang tidak dimusnahkan, melainkan dilestarikan dengan modifikasi substansi nuansa Islam.
Secara histiris, asal usul pesantren tidak dapat dipisahkan dari sejarah  pengaruh Walisongo abad 15-16 di Jawa. Pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang unik di Indonesia.
    Islam adalah agama damai yang tidak mengenal sistem kasta seperti pada masa Hindu-Budha. Namun pada realitanya terdapat beberapa golongan yaitu golongan santri, abangan dan priyayi. Walaupun sebenarnya golongan ini tidaklah untuk membedakan status sosial seseorang, namun penggolongan ini ada berdasarkan pemahaman mana yang lebih baik diantara mereka tentang Islam yang dianut di Jawa dahulu dan sekarang atau tingkat kekuatan mereka menjalankan ibadah agama Islam. Sebenarnya penggunaan istilah abangan, santri, dan priyayi dalam klasifikasi masyarakat Jawa dalam golongan agama adalah tidak tepat, karena ke tiga golongan yang disebutkan tadi tidak bersumber pada sistem klasifikasi yang sama karena hanya abangan dan priyayi yang termasuk dalam penggolongan dalam ibadah agama islam, sedangkan santri adalah suatu penggolongan sosial.
    Sebagian besar orang Jawa memeluk agama Islam, namun terdapat beberapa ragam dalam pengalaman ajaran Islam. Mereka mengaku orang Islam tetap dalam kategori umum, pengakuan semacam itu mereka sendiri dengan jelas membedakan antara para santri yaitu para orang muslim yang taat menjalankan syariat dengan sungguh-sungguh dan para abangan yang tidak seberapa mengindahkan ajaran-ajaran Islam, sementara cara hidupnya lebih dipengaruhi oleh tradisi jawa pra Islam.
    Sedangkan priyayi menurut Robert Van Niel, terjadi dair para administrator, para pegawai sipil serta orang Indonesia yang agak baik pendidikannya dan agak berada, termasuk orang Jawa, baik di kota maupun di desa. Sampai ukuran tertentu mereka memimpin, mempengaruhi, mengatur/membimbing masyarakat yang luas. Ia menyebut golongan ini elit. Adapun golongan priyayi mencakup para anggota dinas administratif yaitu birokrasi pemerintah serta para cendikiawan yang berpendidikan akademis. Mereka menempati kedudukan pemerintah mulai dari priyayi rendahan (seperti, juru tulis, guru sekolah, pegawai dll) sampai priyayi tinggi.
    ada pula klasifikasi masyarakat jawa yang didasarkan pada ukuran sampai dimana kebaktian agama islamnya/ukuran kepatuhan seseorang dalam mengamalkan syariat. Pertama terdapat santri, orang muslim saleh yang memeluk agama Islam dengan sungguh-sungguh dan dengan teliti menjalankan perintah-perintah agama Islam sebagaimana yang diketahuinya sambil berusaha membersihkan akidahnya dari syirik yang terdapat didaerahnya. Kedua, terdapatlah abangan yang secara harfiah berarti ”yang merah”, yang diturunkan dari pangkal keatas abang (merah). Istilah ini mengenai orang muslim Jawa yang tidak seberapa memperhatikan perintah-perintah agama islam dan kurang teliti dalam memenuhi kewajiban- kewajiban agama. Cara hidupnya masih banyak dikuasai oleh tradisi pra Islam Jawa.
    Jadi perbedaan antara santri dan abangan adalah diadakan bila orang digolongkan dengan mengarah kepada perilaku religiusnya, pengertian santri dan abangan dalam arti ini, dapat dianggap sebagai dua subkultur dengan pandangan dunia, nilai dan orientasi yang berbeda dalam kebudayaan jawa. 




BAB III
KESIMPULAN
    Dari makalah diatas dapat diambil kesimpulan bahwa Islam masuk di Jawa dengan cara damai yang diawali dari rakyat jelata hingga lambat laun masuk ke tingkat istana. Orang Jawa merespon dengan baik masuknya Islam ke Jawa. Karena Islam dengan mudah bersosialisasi dengan masyarakat Jawa. Orang-orang jawa terpikat dengan ajaran Islam yang mengenalkan ketauhidan/ keesaan Allah SWT. Islam bercampur dengan budaya Jawa karena Islam ditujukan untuk mempermudah penyebaran agamanya. Namun sampai saat ini budaya jawa masih melekat pada ajaran-ajaran islam yang masih sebagian besar dianut oleh orang jawa.
    Islam di Jawa juga mengenal beberapa penggolongan tingkat ketaatan orang jawa dalam menjalankan ajaran Islam. Mereka disebut golongan santri dan abangan. Santri adalah golongan yang sangat taat pada syariat, sedangkan abangan adalah golongan masyarakat yang tidak terlalu memperhatikan perintah-perintah agama.

PENUTUP
    Demikianlah makalah yang dapat kami sampaikan. kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu saran dan kritik yang bersifat membangun, sangat pemakalah harapkan demi kesempurnaan makalah ini dan selanjutnya.
Dan akhirnya, kami meminta maaf apabila terdapat banyak kesalahan baik dalam sistematika penulisan, isi dari pembahasan maupun dalam hal penyampaian materi. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pemakalah sendiri pada khususnya dan para pembaca sekalian yang budiman pada umumnya dalam mengarungi kehidupan ini. Amin.



DAFTAR PUSTAKA
Abdurahman, Dudung. Sejarah peradaban islam: dari masa klasikhingga modern     Yogyakarta: 2002
A.S. Harahap, Sedjarah Penjiaran Agama Islam di Asia Tenggara, TB Islamiyah, Medan :     1951
Amin, M. Darori. Islam dan Kebudayaan Jawa, Gama Media, Yogyakarta : 2002
Geertz, Clifford, Abangan, Santri, Priyayi Dalam Masyarakat Jawa, Pustaka Jaya, Jakarta     Pusat :1981
Hariwijaya, M, Islam Kejawen, Gelombang Pasang, Yogyakarta : 2006
Muchtarom Zaini, Islam di Jawa dalam Perspektif Santri dan Abangan, Selemba diniyah,     Jakarta: 2002
Prof. Dr. Abdul Ghofur Anshori, S.H.,M.H., Yulkarnain Harahab, S.H., M.Si., Hukum Islam dan
    Perkembanganya di Indonesia, Kreasi Total Media, Yogyakarta: 2008
Ridin Sufwan, dkk, Merumuskan kembali Interrelasi Islam Jawa, Gama Media, Yogyakarta:     2004
Taufik Abdullah (ed.), Sejarah umat Islam Indonesia, MUI, Jakarta :1992




.







3 komentar:

  1. ISLAM DIJAWA MASUK MELALUI PROSES YANG SANGAT PANJANG.....

    HARUS BERTEMU DENGAN BERBAGAI MACAM BUDAYA YANG ADA...

    BERKEMBANG DAN TERUS BERKEMBANG

    BalasHapus
  2. ISLAM DIJAWA MASUK MELALUI PROSES YANG SANGAT PANJANG.....

    HARUS BERTEMU DENGAN BERBAGAI MACAM BUDAYA YANG ADA...

    BERKEMBANG DAN TERUS BERKEMBANG

    BalasHapus
  3. ISLAM DIJAWA MASUK MELALUI PROSES YANG SANGAT PANJANG.....

    HARUS BERTEMU DENGAN BERBAGAI MACAM BUDAYA YANG ADA...

    BERKEMBANG DAN TERUS BERKEMBANG

    BalasHapus