Kamis, 20 September 2012


                                   SEJARAH DAN PERKEMBANGAN MADSHAB MADSHAB
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim
    Segala puji bagi Allah yang telah melimpahkan Rahmat, Taufiq, serta Hidayah Nya kepada kami sehingga tugas makalah ini dapat terselesaikan dengan baik. walaupun masih banyak kekurangan, untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan oleh penyusun.
Ucapan terimakasih kepada semua pihak yang dengan keikhlasan membantu dalam proses penyelesaian makalah ini. Kami ucapkan terimakasih kepada Ibu Fatma Amilia, HJ.  selaku dosen mata kuliah Pengantar Hukum Islam.

                                Yogyakarta, 28 November 2011

                                Penyusun




DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar isi
Bab I Pendahuluan
1.    Latar Belakang
2.    Rumusan Masalah
3.    Tujuan Penulisan
Bab II Pembahasan
1.    Sejarah dan Perkembangan Madzhab-Madzhab
Bab III  kesimpulan dan Penutup
Daftar Pustaka





BAB I
PENDAHULUAN
1.    Latar Belakang
   
    Dalam kehidupan ini perbedaan adalah suatu keniscayaan, demikian pula dalam kehidupan pemikiran hukum Islam atau Fiqh perbedaan merupakan hal biasa, karena fiqh adalah hasil ijtihad manusia yang tentu saja sangat relatif tergantung dari berbagai factor, antara lain factor mujtahidnyaatau siapa yang berijtihad, factor situasi dan kondisi yakni dalam situasi dan kondisi bagaimanakah waktu mujtahid itu beristinbat, bagaimana pemerintahan pada waktu itu, dan lain sebagainya.

    Perbedaan-perbedaan dalam hukum islam dapat dilihat terutama saat meluasnya agama islam ke berbagai Negara, hal itu bersamaan dengan banyaknya peristiwa baru yang muncul dalam kehidupan manusia. hal tersebut menyebabkan para alim ulama bertanya tentang hukum islam dan berusaha mencari dan menemukan hukum peristiwa tersebut melalui ijtihad.

    Perbedaan cara pandang dan metode penetapan hukum tersebut, akhirnya melahirkan aliran-aliran tertenu, yang kemudian dikenal dengan aliran Ahlul Hadits dan Ahlur Ra’yi, ada yang menyebut dengan istilah aliran Tradisionalisme dan Rasionalisme. berkembangnya kedua aliran ijtihad tersebut melahirkan madzab-madzab dalam fiqh yang memiliki corak metodologi dan produk hukum islam  atau fiqh tersendiri, serta masing –masing juga telah memiliki pengikut dari berbagai lapisan masyarakat.

2.    Rumusan Masalah

-    Sejarah dan Perkembangan Madzhab-Madzhab

3.    Tujuan Penulisan

-    Untuk mengetahui sejarah dan perkembangan madzhab-madzhab



BAB II
PEMBAHASAN

SEJARAH DAN PERKEMBANGAN MADZHAB-MADZHAB

    perbedaan  pendapat tentang hukum-hukum islam baru terjadi setelah rasulullah wafat, sebagai akibat perlunya penerepan nas-nas hukum yang telah ada, berupa Al-Qura’an dan hadist, terhadap peristiwa-peristiwa baru yang timbul dan memerlukan penentuan hukumnya. Perbedaan pendapat tersebut adalah suatu hal yang wajar, karena keadaan mereka tidak sama tentang pengetahuan dan pemahaman terhadap nas-nas syari’at dan tujuan-tujuanyan, selain karena perbedaan tinjauan dan dasar-dasar pertimbangan dalam menganalisa sesuatu persoalan hukum.
    Karena adanya perbedaan pendapat tersebut, maka tiap-tiap pendapat di pertalikan kepada seseorang  yang mengeluarkanya supaya kedudukanya menjadi jelas dan bisa mempertanggung jawapkanya. Pendapat-pendapat tersebut di akui oleh mereka sebagai hasil pertimbangan (dugaan) kuat dan di anggap benar oleh yang mempunyainya, oleh karena itu pendapat tersebut hanya menjadi pegangan bagi dirinya sendiri, dengan tidak mengikat bagi orang lain, karena seseorang tidak di haruskan dengan berpegangan dengan dugaan(pengetahuan) orang lain. Oleh Karena  itu kaum muslimin pada waktu bisa memilih pendapat yang lebih di cocok. tanpa mendapat pengingkaran atau tunduhan telah di luar dari jalanya kaum muslimin.
    Sikap toleransi demikian dapat kita lihat dari sikap ‘umar r.a. ketika bertemu dengan dua orang yang menceritakan kepadanya tentang keputusan Ali r.a. mengenai  sengketa yang terjadi antara keduanya. Maka kata ‘umar r.a. : ”Kalau sengketa tersebut di bawa kepada saya ,tentu saya akan memmberi keputusan yang lain : “Maka kata kedua orang tersebut : ”Apa keberatan nya bagi tuan untuk memutuskan, sedang tuan adalah seorang Khalifah?”Maka jawab Umar r.a. : ”Kalau saya menolak keputusan tersebut untuk saya putuskan berdasarkan Al-Qur’an dan Hadist, tentu akan saya perbuat, tetapi putusan saya akan di dasarkan kepada pendapat saya juga, sedang orang lain juga mempunyai pendapat”.
    Pada waktu ijtihad dan fatwa di lakukan sekedar di perlukan untuk memberikan tuntutan pada orang banyak, Dengan tidak sampai  memasuki persoalan-persoalan, khayalan dan di perkirakan semata-mata, dan dengan tidak ada maksud untuk mendirikan sesuatu aliran (mazhab) yang manjadi anutan orang banyak, melainkan dengan kesadaran untuk mentaati perintah agama dan menghindari dosa menyimpan ilmu. Tiap-tiap orang yang mengeluarkan tidak di pandang lebih dari lainya, melainkan masing-masingnya di anggap sebagai orang yang berhak  mengeluarkan pendapatnya, atau dengan perkataan lain tiap-tiap orang bisa mempunyai aliran(madzhab).
    Selama abad ke Dua dan Tiga Hijriyah, kita dapati deretan nama-nama para mujtahidin yang mempunyai pendapat dan aliran, dari kalangan sahabat atau tabi’in, dan tersebar di berbagai Negara islam. Akan tetapi keadaan mereka tidak sama, sebab di antara mereka ada mujtahidin-mujtahidin yang mempunyai kesempatan, bakat, hobbi yang memungkinkan mereka mengabdikan hidupnya untuk memberikan pelajaran hukum-hukum islam dan menghadapi murid-muridnya. Dengan demikian maka mujtahidin banyak pengikutnya, tersebar pendapat dan fatwa-fatwanya, dan tenar namanya.Kemudian murid-muridnya membukukan pendapat dan fatwa-fatwa tersebut untuk d wariskan kepada angkatan-angkatan berikutnya. Dengan Usaha demikian, maka pendapat-pendapat dan fatwa-fatwa tersebut mempunyai corak tersendiri dan pendukung-pendukungnya yang tertentu, untuk kemudian menjadi mazhab yang berdiri sendiri. Pengamanan terhadap mazhab tersebut di lakukan dengan usaha mempelajari dan mendalaminya, di bela di menangkan atas mazhab-mazhab lain, sehingga pada umumnya menimbulkan kefanatikan dan kependirian bahwa hanya mazhab yang di anut nya itu saja yang benar.
    Jumhur fuqaha telah menetapkan bahwa pendapat para sahabat dapat dijadikan hujjah sesudah dalil-dalil nash. Adapun dasar  dijadikanya pendapat sahabat sebagai hujjah sesudah dalil dalil nash adalah :
 •     •   
      •         
  

“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar”(QS. at-Taubah : 100)
    Dalam ayat diatas Alloh memuji orang-orang yang mengikuti para sahabat. sebagai konsekuensi logis dari pujianalooh tersebut, berarti umat islam diperintahkan untuk mengikuti petunjuk-petunjuk mereka dan karena itu fatwa-fatwa mereka dapat dijadikan hujjah. (Sumber hukum islam dan Perkembanganya di Indonesia Hal 166)
        Para sahabat adalah orang-orang yang lebih dekat dengan Rosuullah saw dibandigkanorang lain. Dengan demikian mereka lebih mengetahui tujuan-tujuan syara’, lantaran mereka menyaksikan langsung tempat dan waktu turunya Al-Quran, mempunyai keiklasan dan penalaran yang tinggi, ketaatan yang mutlak kepada peunjuk-petunjuk islam<serta mengetahui situasi tatkala nash-nash Al-Quran diturunkan. Oleh karena itu, fatwa-fatwa mereka lebih banyak diikuti.
    pendapat-pendapat yang dikemukakan oleh para sahabat sangat mungkin sebagai bagian dari sunnah islam dengan alasa mereka sering menyebutkan hukum-hukum yang dijelaskan oleh Rosulullah  Saw tanpa menyebabkan hal itu datang dari islam, karena tidak ditanya sumbernya.
     Dalam sejarah pengkajian hukum islam,dikenal beberapa madzhab terdapat dua kelompok besar yakni Madzhab sunni dan madzhab Syi’i.
    Dalam madzab Sunni sendiri dikenal berbagai madzhab, antara lain : Madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, hambali, auza’i, Laitsi, Tsauri, dan Dzahiri.
Meskipun mazhab-mazhab tersebut banyak jumlahnya, namun nasibnya tidak sama. ada yang tidak berkembang, dan ada pula yang masih eksis.
adapun yang masih eksis adalah : Madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, Hambali.
Sedangkan yang tidak berkembang lagi adalah : madzhab Auza’I, Laitsi, Tsauri, dan Dzahiri.
    Adapun mazhab-mazhab yang di anut oleh kebanyakan Negeri islam Adalah mazhab Hanafi dan mazhab Syafi’i.
    Dalam Madzhab Syi’I  dikenal berbaga Madzhab atu aliran syi’I, antara lain : Aliran Asyariyah, Zaidiyah, ismailiyah, Kisaniyah, Fathahiyah, Waqiyah dan Nawusiyah. Dalam Madzhab syi’I juga bisa digolongkan antara madzhab yang tidak berkembang dan madzhab yang masih Eksis, diantara madzhab atau aliran yang masih eksis adalah tiga aliran pertama, sedangkan empat aliran terahir adalah aliran yang tidak berkembang lagi atau tidak eksis. Sementara dilihat dari sisi Fiqh, bisa dikelompokkan kedalam dua kelompok besar yakni : madzhab Zaidi dan Ja’fari.
    Perbedaan syi’I dan Sunni
    Sebenarnya perbedaan antara madzhab syi’I dan Sunni itu merupakan hal biasa sama seperti perbedaan masing masing imam  madzhab sunni. Perbedaan yang ada lebih banyak dipengaruhi oleh aspek teologi dan politik.
Perbedaan :
a.    Sunni
-    Menerima semua hadits tidak melihat dan membatasi periwayatan hanya dari    ahlul bait saja.
-    tidak dikenal prinsip kema’suman Imam

b.    Syi’i
-    Ada yang membatasi bahwa hadits yang bisa diterima adalah hadits yang diriwayatkan oleh ahlul bait saja.
-    kema’suman itu melahirkan kompetensi pemahaman atas nash al-Quran yang tidak bisa dijangkau oleh para ulama lain. (Ibid, hlm.159)
    Bagi madzhab-madzhab yang bertahan hidup ,maka sebenarnya bukan segi hukum-hukum yang menjadi faktor ketahanannya, seperti penetapan sumber-sumber hukum atau pendapay-pendapatnya yang meringankan, sebab hal-hal seperti ini hampir di miliki oleh semua mazhab. Segi ketahanan tersebut terletak pada Hal-hal yang bukan bersifat madzhab sama sekali, seperti pribadi pendiri mazhab dan kejelasan keteranganya,sehingga dapat menarik orang banyak, adanya murid-murid yang pandai dan membukukan pendapatnya,serta bantuan langsung atau tidak  langsung dari penguasa pemerintahan terhadap mazhab tertentu.
   
BAB III
KESIMPULAN DAN PENUTUP

A. Kesimpulan

    perbedaan adalah suatu keniscayaan, demikian pula dalam kehidupan pemikiran hukum Islam atau Fiqh perbedaan merupakan hal biasa, karena fiqh adalah hasil ijtihad manusia yang tentu saja sangat relatif tergantung dari berbagai factor, antara lain factor mujtahidnyaatau siapa yang berijtihad, factor situasi dan kondisi yakni dalam situasi dan kondisi bagaimanakah waktu mujtahid itu beristinbat, bagaimana pemerintahan pada waktu itu, dan lain sebagainya.
    Dan dari berbagai Madzhab-madzhab Sunni dan Syi’I terdapat madzhab yang masih eksis dan tidak eksis.



B. Penutup


    Demikianlah makalah yang dapat kami sampaikan. kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu saran dan kritik yang bersifat membangun, sangat pemakalah harapkan demi kesempurnaan makalah ini dan selanjutnya.
    Dan akhirnya, kami meminta maaf apabila terdapat banyak kesalahan baik dalam         sistematika penulisan, isi dari pembahasan maupun dalam hal penyampaian materi.     Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pemakalah sendiri pada khususnya dan     para pembaca sekalian yang budiman pada umumnya dalam mengarungi kehidupan     ini. Amin.





DAFTAR PUSTAKA
Prof. Dr. Abdul Ghofur Anshori, S.H., M.H, Yulkarnaim Harahab, S.H., MSi., 2008, Hukum Islam
     dan Perkembanganya di Indonesia, Yogyakarta : Kreasi Total Media.
Drs. Muhammad Yusuf, M.Si., Okrizal Eka Putra, Lc., M.A., Fatma Amilia S.Ag., M.si., 2005,
    Fiqh dan Ushul Fiqh, Yogyakarta : Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Hanafi, Ahmad, MA., 1995, Pengantar dan Sejarah Hukum Islam, Jakarta : PT Bulan Bintang.
Hasan, Ali, M, 2002, Perbandingan Madzhab, Jakarta : PT Rajawali Pers.


0 komentar:

Posting Komentar